"Saya tak mau berbohong kepada publik. Lagipula saya tak bisa menyembunyikannya. Lebih baik semuanya jelas sejak awal,“ kata Harisu dalam wawancara khusus dengan The Korea Times di tahun 2001.
Saat itu Harisu baru saja membintangi iklan kosmetik yang membuatnya jadi perhatian di Korea. Sebagai petunjuk bahwa ia transgender, iklan itu sengaja mengekspos bagian jakunnya.
Lahir sebagai seorang laki-laki, Harisu mengganti nama dari Lee Kyung-yeop menjadi Lee Kyung-eun setelah menjalani operasi ganti kelamin tahun 1995. Setelah debut sebagai bintang iklan, ia menjadi model untuk video musik duo Turbo, menjajal akting sebagai pemeran utama film “Yellow Hair 2” dan meluncurkan album debut “Temptation”. Harisu pun dinobatkan sebagai idola transgender pertama di Korea.
Setelah populer, ia mulai memperjuangkan hak menjadi perempuan secara legal. “Saya tak bisa memiliki paspor, visa, dan bahkan rekening bank sendiri karena secara hukum saya seorang laki-laki,” ungkap Harisu. Akhir tahun 2002, Harisu menjadi orang kedua di Korea Selatan yang secara legal mengubah jenis kelamin.
Upaya Harisu tak bisa dibilang mudah. Korea Selatan memang membolehkan warga negara melakukan operasi ganti kelamin (asalkan usia diatas 20 tahun, lajang dan tak punya anak). Namun baru pada tahun 2006, transgender yang sudah operasi ganti kelamin dapat mengoreksi jenis kelaminnya secara legal pada dokumen publik.
Setelah resmi menjadi perempuan, Harisu mengembangkan karier dengan pesat. Ia merilis album K-pop (enam album sampai saat ini), menekuni akting dan bermain film ke Taiwan, Cina, Hongkong, hingga Malaysia.
Kesuksesan Harisu menjadi inspirasi. Sebuah grup K-pop yang terdiri dari empat orang transgender bernama Lady terbentuk di tahun 2005. Sayangnya meski lagu mereka cukup mendapat perhatian dari media, Lady tak begitu diterima dan hanya berumur singkat akibat gagal meraih popularitas.
Hingga kini memang tak banyak transgender sukses di dunia hiburan Korea. Meski secara hukum kehadiran mereka diakui, namun secara sosial masyarakat Korea masih konservatif.
“Banyak orang yang pura-pura tersenyum kepada saya, namun setelah syuting, mereka mencerca saya di belakang,” cerita Harisu kepada Asia One, sebelum vakum di Korea dan lebih banyak berkarier di luar negeri. Dalam kesempatan lain, ada pihak yang terang-terangan tak akan membiarkan Harisu tampil di acaranya selama ia menjadi produser.
Itu juga yang membuat Harisu membuka klub Mix-Trans tahun 2009. Klub ini adalah sekolah pelatihan transgender yang ingin menjadi penghibur, sekaligus menyediakan pekerjaan bagi yang ingin hidup normal.
“Saya berharap junior-junior (transgender) yang lebih cantik dari saya bisa debut (di dunia hiburan),” kata Harisu yang setelah lima tahun baru kembali lagi ke skena K-pop bulan Juli lalu dengan single “Shopping Girl”.
Harapan Harisu itu masih terasa berat. “Harisu sudah mencapai banyak hal, tapi masih banyak yang harus dilakukan,” kata supermodel transgender Choi Han-bit, yang ingin meraih gelar Doktor agar transgender tak lagi dipandang sebelah mata di Korea.
Pendapat jebolan Korea’s Next Top Model itu ada benarnya. Baru-baru ini, acara televisi "She XY" (disebut juga "XY That Girl" yang tayang di saluran KBS Joy dihentikan akibat protes masyarakat.
Padahal, acara yang menampilkan 17 transgender (termasuk Miss International Queen 2010 asal Korea, Mini Han) pada tayangan perdana minggu lalu itu dianggap sebagai titik sejarah. Itulah kali pertama televisi Korea menayangkan acara khusus transgender.
Kini peluang transgender Korea untuk lebih eksis di dunia hiburan kembali surut. Tak seperti Dorce Gamalama di Indonesia yang pernah memiliki dan memandu acara sendiri, transgender Korea masih tak dapat tampil bebas di televisi. Entah kapan mereka dapat benar-benar diterima menjadi bagian dunia hiburan Korea, tanpa diskriminasi